Kamis, 18 November 2010

POTRET PENDIDIKAN DI INDONESIA



look and feel it in your heart!!!
Mengilhami makna yang terkandung di balik hari pendidikan yang jatuh pada tanggal 2 Mei. Tatkala memlototi sebuah pendidikan yang ada di Indonesia sungguh negara ini sangat perlu dikasihani, sebab tak sedikit sekolah yang ada di Indonesia jauh dari kata layak. Padahal tujuan sebuah negara yang tercantum pada alinea terakhir batang tubuh 1945 yakni memajukan pendidikan di Indonesia. Namun yang berbunyi pada alinea terakhir tersebut tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada pada status quo.
Beberapa sarana fisik pendidikan di Indonesia tak terpenuhi , hal ini terlihat di beberapa SD di daerah plosok seperti di Desa Argosari Kecamatan Senduro kabupaten Lumajang. Melihat jumlah kelas yang hanya ada empat kelas dan jumlah tenaga pengajar yang juga sedikit sekali membuktikan kurangnya perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan pendidikan di Indonesia.
Desa Argosari merupakan sebuah desa terpencil yang berada di daerah perbukitan gunung Bromo yang secara geografis dimiliki oleh empat kabupaten yakni Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Mayoritas beragama Hindu dengan persebaran pendidikan serta ekonomi yang tak merata mengakibatkan terdapat beberapa dusun di wilayah Argosari seperti Pusung duwur, Bakalan dan Ledok Ukon tak memiliki SD yang sanggup bersaing dengan SD yang terdapat di wilayah Kecamatan.
Medan yang idtempuh untuk mencapai beberapa SD di desa Argosari sangat terjal dan berbahaya. Seorang guru setidaknya harus melalui kelokan demi kelokan yang di setiap kelokan terdapat jurang dan terbing yang sangat curam. Tak hanya itu jalan yang rusak akibat seringnya truk memasuki wilayah ini juga merupakan kendala yang dihadapi oleh seorang guru untuk memulai mengajar para peserta didik mereka.
Susahnya akses menuju ke desa Argosari merupakan kendala utama bagi para guru, penanam modal atau berbagai macam tengkulak untuk melakukan aktifitas mereka. Sebab jalan yang ditempuh mulai dari kecamatan Senduro menuju Desa Argosari sangat terjal bahkan berliku-liku dengan tebing yang curam atau jurang di setiap sisi kanan dan kiri.
Memasuki wilayah Desa Argosari akan nampak sebuah sekolah dasar dengan kondisi yang mengenaskan. Setiap tahun mereka harus mengungsi atau tidak mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya, hal ini dikarenakan terjadi sebuah bencana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya yakni angin Putting Beliung yang membuat atap sekolah rusak diterpa oleh angin tersebut.
Tak hanya itu kondisi fisik sekolah dasar Argosari juga kurang layak untuk menjadi tempat menuntut ilmu. Sekolah itu hanya memiliki empat ruang kelas sehingga terdapat dua kelas yang terpaksa harus digabung akibat terbatasnya jumlah ruang kelas yang ada. Keterbatasan tersebut membuat sistem pembelajaran semakin tidak efektif atau kondusif, menurut pak Rusdi salah satu guru di sekolah tersebut mengatakan bahwa “ ruang kelas satu digabung dengan kelas dua sedangkan kelas tiga dan empat terpisah dan ruang kelas enam dan lima digabung” tutur Pak rusdi yang telah mengajar sekitar lima tahun.
Lebih jauh pak Rusdi juga mengatakan cara mengajarnya “ya kalau dua kelas berarti saya harus memberi tugas pada satu kelas kemudian saya menerangkan materi pada kelas yang satunya” ujar pak Rusdi walau ditambahkan olehnya hal ini bukan meruapakan hal mudah namun, keterbatasan dana dan guru membuat ia mau tidak mau harus mengajar rangkap.
Fenomena semacam itu tak seharusnya terjadi di era saat ini dimana kemerdekaan telah dikumandangkan sejak 65 tahun silam. Hal di atas dapat saja di ma’fu [ maafkan, red] jika terjadi di tahun penjajahan Belanda akan tetapi tidak pantas ada di zaman sekarang dimana kemerdekaan telah kita raih. Sebgaian besar dari kita berpendapat bahwa kita telah merdeka dan penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan keadilan.
Kalimat terakhir paragraf di atas merupakan bunyi dari UUD 1945 alinea kedua. Namun layaknya sangat kontradiktif dengan fenomena yang ada, sebab walaupun secara dhohir atau nampak kita telah merdeka tapi sebenarnya justru kita tretindas baik dari segi ekonomi, pendidikan dan budaya. Mengapa demikian? Coba kita bayangkan apakah pantas negara merdeka memiliki hutang luar negeri yang melebihi jumlah devisa yang ada? Apakah pantas negara merdeka memiliki angka buta huruf tinggi dengan sedikit sarana pendidikan yang tersedia bagi kaum miskin? Apakah pantas juga sebuah negara merdeka jika moralitas anak bangsa atau generasi bangsa hancur akibat serangan budaya hedonisme dan westernisasi?
Negara merdeka merupakan impian bagi setiap bangsa di seluruh dunia, tak satupun negara di dunia menginginkan negara mereka dikuasai atau dijajah oleh isme-isme yang merugikan atau oleh bangsa lain. Layaknya pengertian merdeka oleh generasi Indonesia disalah artikan dengan merdeka dari jajahan bangsa asing bukan dari isme-isme yang sangat merugikan Indonesia ke depan.
Apabila kita membuka mata kita lebih lebar lagi tak hanya melihat segala hal yang ada di sekeliling kita

Tidak ada komentar: